Senin, 19 Agustus 2013

MANUSIA SERIBU WAJAH


(Kisah Orang-orang  Dulu dan  Sekarang di Kutai)
Kalimantan, disebut juga Borneo. Dulu terkenal dengan sebutan Zamrud Katulistiwa. Karena hutannya yang lebat dan hijau. Pulau ini merupakan bagian dari Paparan Sunda (Sunda Plate). Pulau ini memiliki rangkaian pegunungan di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia tetapi di pulau ini hampir tidak ada aktivitas gunung merapi  (vulkanik). Di sebelah barat Kalimantan berbatasan dengan Serawak, Malaysia. Di sebelah Timur (Kalimantan Timur) berbatasan dengan Sabah, Malaysia.
Kalimantan Timur merupakan salah satu karesidenan dari Provinsi Kalimantan. Sesuai dengan aspirasi rakyat, sejak tahun 1956 wilayahnya dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Kemudian Kalimantan Selatan dimekarkan menjadi Kalimantan Tengah.
Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, maka Kalimantan Timur dibentuk 2 Kota dan 4 kabupaten, yaitu:Kabupaten Kutai Barat, beribukota di Sendawar, Kabupaten Kutai Timur, beribukota di Sangatta, Kabupaten Malinau, beribukota di Malinau, Kabupaten Nunukan, beribukota di Nunukan, Kota Tarakan (peningkatan kota administratif Tarakan menjadi kotamadya), Kota Bontang (peningkatan kota administratif Bontang menjadi kotamadya). Lalu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2002, maka Kabupaten Pasir mengalami pemekaran dan pemekarannya bernama Kabupaten Penajam Paser Utara.. Pada tanggal 17 Juli 2007, DPR RI sepakat menyetujui berdirinya Tana Tidung sebagai kabupaten baru di Kalimantan Timur, maka jumlah keseluruhan kabupaten/kota di Kalimantan Timur menjadi 14 wilayah. Pada tahun yang sama, nama Kabupaten Pasir berubah menjadi Kabupaten Paser berdasarkan PP No. 49 Tahun 2007.
Kalimantan Timur memiliki banyak sungai. Salah satunya sungai Mahakam. Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Di sungai ini hidup spesies mamalia ikan air tawar yang terancam punah, yakni Pesut Mahakam. Sungai Mahakam sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai prasarana transportasi.
Kisah ini tidak terlepas dari sungai Mahakam. Banyak penduduk bermukim di sekitar pinggiran sungai ini. Mulai dari Kota Samarinda sampai ke hulu sungai Mahakam. Istilah hulu untuk menunjukkan arah menuju pangkal sungai. Sedangkan sebutan hilir untuk menunjukkan ke arah muara sungai. Ada istilah “Loa” bila menyusuri sungai dari Samarinda sampai Tenggarong. Ada Loa Buah, Loa Bakung, Loa Janan, Loa Duri dan Loa Tebu. Selain itu bila kita ke pertengahan Kutai Kartanegara sampai ke Kutai Barat ada istilah “Muara”. Ada Muara Kaman, Muara Muntai, Muara Wis, Muara Pahu dan Muara Bengkal. Juga ada istilah “Long” bila kita menyusuri lebih ke hulu lagi, yaitu : Long Bagun, Long Pahangai dan Long Apari. Daerah sungai dengan sebut Long ini sungainya kecil dan tidak dalam. Banyak bebatuan, sering disebut dengan jeram. Airnya deras. Bila musim kemarau, sungainya bisa disebrangi dengan jalan kaki. Bila musim hujan, bisa banjir. Kadang ada istilah banjir kiriman. Bila di hulu hujan lebat, di hilir tidak hujan, daerah hilir kena banjir. Apalagi penambangan dan penebangan hutan merajalela. Tinggal sedikit daerah serapan air.
Daerah hilir bila musim hujan, airnya kadang keruh. Warna kecoklatan. Kayak air teh dicampur susu kental manis. Juga dipinggir sungai kebanjiran rumput kumpai dan elong (sejenis enceng gondok). Bila musim kemarau, airnya bening. Sungai kelihatan bersih. Tapi kadang juga airnya berwarna merah bata. Orang hulu menyebutnya “bengar atau bangai”. Biasanya banyak udang dan ikan yang bermunculan di permukaan. Kesempatan penduduk di pinggir sungai panen ikan dan udang.
Sore hari. Nun jauh di hulu sungai Mahakam, tepatnya di Pinang Sendawar, Melak Kutai Barat, tampak seorang remaja tanggung sedang memancing. Orang Kutai menyebut memancing dengan istilah“mapas”. Remaja yang bernama Panji ini cukup tampan. Tingginya sekitar 155 cm. Cukup besar untuk ukuran remaja seusianya. Hidung mancung, mata agak besar dengan warna bola kecoklatan. Kulit putih. Rambut lurus agak pirang. Kayak orang bule. Orang-orang tua di situ menjulukinya “urang belende”. Maksudnya orang Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun. Baju remaja itu berwarna hijau, kelihatan lusuh dan ada sobekan kecil di kantong baju. Sementara celana pendek warna coklat yang dipakainya juga sudah kusam. Dia asyik duduk di atas batang besar. Batang ini ada tiga buah. Di atas batang ada bangunan dari papan berbentuk kotak dan beratap daun. Disebut jamban. Batang dan Jamban disebut pian. Disinilah  biasanya penduduk buang air, mandi dan mencuci.
Di seberang sungai tampak dua ekor bekantan sedang asyik mencari kutu sambil duduk di atas dahan pohon prupuk. Pohon ini banyak hidup di pinggiran sungai Mahakam. Bekantan merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis. Sebenarnya Bekantan terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.
 
Binatang yang oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Terancam” (Endangered) merupakan satwa endemik pulau Kalimantan. Kategori Status konservasi IUCN Red List merupakan kategori yang digunakan oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-spesies berbagai makhluk hidup yang terancam kepunahan. Dari status konservasi ini kemudian IUCN mengeluarkan IUCN Red List of Threatened Species atau disingkat IUCN Red List, yaitu daftar status kelangkaan suatu spesies termasuk bekantan. Satwa ini juga dijadikan maskot (fauna identitas) provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990. Selain itu, satwa ini juga menjadi maskot Dunia Fantasi Ancol. Bekantan memiliki ciri-ciri khusus. Yang jantan dengan cirri hidung panjang dan besar. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Bekantan betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya.
Mungkin jika dikaitkan dengan teori evolusi yang digagas  Prof. Darwin, maka bekantan ini yang cocok mbahnya manusia. Karena menurutnya, manusia berasal dari kera.  Paling tidak, bekantan ini mirip Profesor itu sendiri. Bekantan  termasuk binatang yang dilindungi. Karena jumlahnya sedikit.. Mulai punah. Yang banyak jenis monyet lain yaitu kera. Orang disini menyebutnya “kode”, “bero’” dan ada juga lutung. Kode dan bero’ itu hidung pesek, tapi warna bulu agak coklat muda. Beda kode dengan bero’ pada ekor dan badannya. Bero lebih pendek ekornya, tubuh lebih besar.  Sedang lutung, hidungnya biasa tapi bulu hitam keputih-putihan. Baik bekantan, kode, bero’ maupun lutung hidup dari buah-buahan dan daun-daunan (hewan herbivora) yang ada di sekitar pinggiran sungai maupun di hutan. Kerap kali juga “mbahnya Darwin”  mencuri kebun para petani. Sehingga  para monyet ini dianggap hama oleh penduduk.
Kembali ke remaja tadi. Panji masih serius memancing.. Tiba-tiba tangan kanannya secara reflek bergerak ke atas. Ternyata pancingnya menukik ke dalam air. Dipatuk ikan. Tangan kirinya menarik benang nilon. Beberapa saat kemudian tampak air beriak  dan bergelombang. Dari permukaan air itu muncul seekor ikan puyau yang cukup besar. Mata pancing hanya lengket sedikit di insang ikan. Tahu akan hal ini dengan cepat remaja itu menangkap badan ikan puyau itu. Orang Kutai menyebut ikan dengan sebut “jukut”. Banyak jenis ikan tawar di sungai Mahakam. Yang paling besar, ikan pesut dan yang paling kecil ikan bilis. Yang banyak ikan salap, seluang dan puyau. Ada juga ikan patin, baung, lais, haruan, sepat, jelawat dan biawan.
“Alhamdulillah, lumayan”, Gumam remaja itu seraya memasukkan ikan puyau ke dalam ember yang ada disampingnya. Ember yang ada agak kecil. Warnanya merah buram. Orang sini menyebut ember dengan “timbe”. Lalu tangan kiri remaja itu mengambil mata pancing dan mengaitkan seekor cacing. Tampak cacing menggeliat. Tidak ikhlas dirinya disangkutkan ke mata pancing. Tapi belum sempat remaja itu melempar mata pancing ke sungai, tiba-tiba …
“Kroek, kroek, kroek” Dua Bekantan teriak-teriak sambil meloncat-loncat di atas dahan.. Matanya tertuju ke arah hilir sungai. Remaja itupun kaget. Matanya menatap ke arah hilir sungai. Tampak ada gelombang besar. Batang-batang jamban yang ada di hilirnya bergerak kesana-kemari.
“Bras, bras, bras”, Bunyi hempasan  ombak  yang beradu dengan pinggiran sungai (orang Kutai menyebutnya dengan siring tebes). Biasanya ada kapal besar yang lewat. Namun ini, kapal belum kelihatan, tapi sudah ada gelombang. Aneh! Tidak lama kemudian muncul sebuah kapal besar. Depannya berbentuk kepala naga. Buritannya berbentuk ekor naga. Warnanya hijau tua. Jika di lihat dari jauh seperti ular yang berbadan pendek. Anehnya lagi kapal ini tidak terdengar bunyi mesin. Tapi tampak asap mengepul dari arah buritan kapal. Ternyata kapal ini memakai bahar bakar batu bara.
“Subhanallah”, Ucap Panji  kagum. Matanya memplototi kapal yang kini ada dihadapannya. Selama ini dia tidak pernah melihat kapal se antik ini. Dia termangu. Mulutnya ternganga. Mata pancing yang masih di tangannya terjatuh.. Masuk ke dalam air.
Sementara itu kapal merapat ke batang jamban dimana Panji berada. Kemudian pelan-pelan dinding kapal terbuka. Tampaklah para penumpang yang banyak sekali. Mungkin sekitar 100 orang. Ada banyak laki-laki tua dan perempuan. Ada juga remaja putera dan puteri seusia Panji. Selain itu ada beberapa anak kecil dan bayi yang berada di pangkuan ibunya. Mata mereka semua tertuju ke arah Panji. Heran!
“Hai! Nganak! Apa nama kampung ini? Tanya orang tua dengan nada tinggi ke Panji. Orang itu berkulit hitam legam. Rambut lebat, kriting. Hidung mancung. Kumis tebal. Dia sambil berjongkok disisi kapal. Matanya yang bagai elang menatap tajam ke arah Panji. Remaja ini tampak kurang senang. Diceukinnya pertanyaan tadi. Digulungnya nilon pancing. Seolah-olah tidak ada yang didengarnya. Dia ambil ember dan mau beranjak dari situ. Namun…
“Nganak! Tuli yo kau!? Orang tua tadi tidak hanya mengeluarkan kata-kata, tapi dari arah telapak tangannya yang kiri berhembus sebuah tenaga di arahkan ke Panji. Tenaga itu mengandung hawa dingin yang luar biasa. Bak salju. Rupanya orang tua ini kesal. Marah. Dia merasa dicuekin.
“Jengan bepa!” Dari arah buritan kapal terdengar teriakan. Panji dan orang tua itu sama-sama menoleh ke buritan kapal. Di sisi kapal tampak seorang remaja puteri dengan wajah cemas. Dari mulutnya yang mungil itu keluar larangan ke ayahnya untuk tidak menghajar Panji. Berbeda dengan ayahnya, remaja puteri ini berkulit kuning langsat. Rambut hitam lurus, panjang sebahu. Hidung mancung. Matanya bening ke biru-biruan. Cantik.
Cukup beralasan puteri itu melarang ayahnya. Tenaga dalam yang ditujukan ke Panji bisa mencelakakan siapa saja. Tidak pandang bulu. Apalagi remaja seusia Panji.. Badan bisa beku. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Tenaga itu sudah dilepaskan.
“Awas!” teriak orang-orang yang ada di kapal.
Panji yang dituju tampaknya sudah siap menerima serangan. Ketika tinggal sejengkal lagi tenaga itu mengenai dirinya, dia disambut hanya dengan sebuah tarikan napas. Kemudian dihembuskan. Tampak asap kemerah-merahan keluar dari mulutnya. Ada hawa panas. Tenaga itupun buyar! Bagaikan salju yang berguguran.
Betapa kagetnya orang tua itu. Wajahnya merah padam. Tambah marah. Selain itu malu! Masa’ kalah oleh anak kemarin sore. Apalagi.  tadi tenaganya hampir penuh dilepaskan. Orang dewasa saja sulit menghindarinya. Ini masih remaja dengan mudah merontokkan tenaganya. Lalu kembali dia menarik napas sambil mata terpejam. Tangan kirinya diangkat. Dari telapak tangan muncul asap berwarna kemerah-merahan. Bagai kobaran api. Dahsyat!
“Jengan bepa!! Kembali puterinya berteriak melarang. Tapi teriakan itu tidak digubris. Telapak tangannya langsung di arahkan ke Panji. Apa mau dikata? Bila emosi menguasai diri, maka syetanlah temannya. Lambang dari syetan adalah api. Asal muasal penciptaannya. Marah adalah api. Kobarannya akan sirna bila disiram dengan air. Untuk itulah Nabi Muhammad SAW pernah bersabda : “apabila kamu marah, maka bersegeralah berwudhu”. Dengan cara ini kita mengenakan air di anggota wudhu. Baik ketika membasuh maupun mengusap. Subhanallah!
“Astaghfirullah”, dari kejauhan terdengar secara jelas ucapan ini. Yang mengucapkan belum kelihatan batang hidungnya. Tapi ajaib! Serangan orang tua tadi hilang begitu saja. Orang pemarah ini ta’jub. Mulut ternganga. Seumur-umur belum pernah ada yang mementahkan serangannya hanya dengan suara. Namun tak lama kemudian…
“Nek Silu!”, Teriak Panji.sambil tersenyum. Senang. Dia kenal betul suara tersebut.
“Nek Silu!!!”, Orang-orang yang di dalam kapal juga teriak. Kaget. Sementara orang tua tadi mukanya berubah pucat pias. Kayak mayat. Matanya menatap sendu ke sosok wanita yang ada di depannya. Baru saja dia dan para orang di situ mendengar ucapan si nenek. Luar biasa tenaga dalamnya! Dalam hati orang tua ini memuji sosok wanita dihadapannya. Pantas menjadi legenda rakyat Kutai. Ya, siapa yang tak kenal Silu. Seorang wanita yang sudah hidup ratusan tahun yang lalu. Orang-orang tua di Kutai menyebutnya “orang jenang”. Artinya orang zaman dahulu kala. Tapi badan berisi. Itu terlihat di balik baju kebayanya warna biru. Tidak tua renta. Kulit kuning langsat. Halus dan lembut. Hidung mancung. Garis-garis kecantikan masih terlihat di wajah beliau. Rambutnya ditutup sebuah selendang biru.  Bibirnya membentuk senyum semetris.
Nek Silu nama lengkapnya “Sinar Tri Sakti Berdaya”. Nama ayahnya Sultan Berdaya. Seorang penguasa kerajaan Panang, hulu sungai Kahala. Ibu beliau seorang selir. Saat ini masuk wilayah Kecamatan Kenohan. Beliau memiliki tiga saudara. Kakaknya bernama “Sinar Panca Sakti Berdaya”. Terkenal dengan sebutan “Ayus”. Sedangkan adiknya bernama “Sinar Dwi Sakti Berdaya”. Panggilan sehari-hari “Ongo”. Nama-nama yang melekat pada mereka berkaitan dengan kekuatan yang dimiliki. Nek Silu dengan sebut “Sinar Tri Sakti Berdaya” karena mampu mengolah tiga unsur alam yaitu air, api dan udara sebagai kesaktian. Begitu juga Ayus punya lima kesaktian pada air, api, udara, tanah dan petir. Ongo sakti meramu  dua unsur yaitu angin dan hujan. Menurut kabar, Ayus berdiam di pegunungan Meratus. Sedangkan Ongo di gunung Padai, wilayah Berau.
“Maafkan cucuku, den sanak”, ucap nek Silu  dengan suara lembut sambil tersenyum menatap orang tua tadi. Perkataan nek Silu ini sudah menggambarkan betapa luhurnya budi pekerti beliau. Bayangkan ! Cucu mau disakiti orang. Malah beliau yang minta maaf. Benar-benar luar biasa! Ditambah lagi dengan sapaan “den sanak”. Sapaan ini untuk menunjukkan persaudaraan yang sangat dekat.  
Mungkin beliau itu mewarisi sifat dan sikap Nabi Muhammad SAW. Pernah Nabi kita ini berdakwah ke Thoif, suatu daerah yang subur sekitar 80 km dari kota Mekkah. Tetapi di daerah ini dakwah beliau disambut dengan hujanan batu dari penduduk. Nabi terluka. Malaikat Jibril menawarkan balasan. Sebuah gunung akan diangkat oleh Jibril dan dilemparkan ke penduduk Thoif. Apa kata utusan Allah ini : “Jangan lakukan itu karena mereka belum tahu apa yang saya sampaikan, saya mohon agar Allah memberikan hidayah kepada mereka”. Subhanallah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar